Sri Gethuk, pesona air terjun Gunungkidul
Kemarau tampaknya masih tak mau pergi dari negeri meski bulan berganti menjadi September. Negeri yang akrab dengan kekeringan mungkin tak pernah mengeluh meski mentari betah menyapa bumi, namun ia terus memancarkan pesona kepada para penjelajah. Sungai Oya tampak hijau kebiruan mengalir diantara tebing karst dipadu dengan hijau pepohonan yang menikmati sejuknya hawa di lembah Playen. Di sebuah sudut bantaran Oya, gemericik air tak henti bernyanyi bagai berkidung untuk sang Oya yang mengalir begitu tenangnya. Harmoni tak bertahan lama seiring celoteh manusia nan ramai bercengkrama di bawah air terjun. Itulah air terjun Sri Gethuk siang itu, bening air mengalir deras melalui tiga aliran yang membuatnya tampak mempesona. Sri Gethuk, atau sering ditulis Sri Getuk, pesona air terjun di negeri Gunungkidul.
Gunungkidul tak hanya pantai dan pantai, kabupaten yang bak negeri dongeng ini menawarkan berjuta pesona alam nan elok hingga badan PBB UNESCO menjaganya dalam kawasan Geopark Gunung Sewu, bersama dengan kabupaten Wonogiri dan kabupaten Pacitan. Salah satu pesona ‘negeri’ Gunungkidul adalah air terjun Sri Gethuk, atau dikenal juga air terjun Bleberan karena berada di desa Bleberan, kecamatan Playen.
Bersumber dari tiga mata air yang tak pernah surut, Sri Gethuk memancarkan tiga air terjun sekaligus yang membuatnya tampak mempesona. Adalah mata air Ngandong, Dong Poh dan Ngumbul mengalir ke sungai Oya melalui jurang karst setinggi kurang lebih 30 meter, dan mengalir melalui tiga teras sebelum mencapai Oya.
Untuk menuju ke air terjun, para pejalan bisa menyusuri jalan semen yang telah disiapkan dengan baik, atau menaiki perahu drum menyusuri sungai Oya dari dermaga kedatangan menuju ke air terjun. Menaiki perahu mungkin menarik untuk melihat tebing-tebing karst di sepanjang sungai Oya, yang ditempuh sekitar 500 meter atau 10 menit. Menaiki perahu tentunya tidak gratis, pejalan bisa membayar tarif sebesar Rp.10.000 untuk pulang pergi.
Saya dan sobat pejalan memutuskan untuk berjalan kaki meyusuri jalan beton di balik rindangnya pepohonan.
Di sini pejalan bisa menyewa pelampung dan bermain air di sungai Oya. Sekadar mengapung atau terjun dari tebing di seberang air terjun tampaknya menjadi pilihan menarik.
Hal menarik yang Dolanmaning temui di kawasan Sri Gethuk adalah adanya lapak-lapak makan yang menjajakan kelapa muda bakar. Menurut salah satu pelapak, kelapa muda bakar bermanfaat untuk sistem pencernaan terutama untuk mengobati sakit maag. Benar atau tidaknya tentu saja perlu penelitian dari para akademia atau LIPI, siapa tahu memang benar begitu atau malah sebaliknya.
Karena penasaran, Dolanmaning pun mencoba kelapa muda bakar setelah menikmati waktu di bawah air terjun. Kelapa bakar yang mendidih bagai tersimpan dalam termos sabut kelapa dengan daging kelapa yang sudah matang. Rasanya? Mak Nyus Pemirsa!!
Konon air terjun Sri Getuk ini menyimpan cerita mistis sebagai pusat berkumpulnya para mahluk halus di situ. Dari mitos ini pula nama Sri Gethuk lahir. Menurut blognya mba Laura, nama Gethuk bukanlah nama makanan dari singkong yang enak itu, melainkan dari kata Kethuk, yaitu nama perangkat gamelan. Menjadi Gethuk seperti sekarang karena lebih mudah diucapkan.
Percaya atau tidak, itulah kearifan lokal yang harus kita hormati dan sudah menjadi kewajiban para pejalan bertanggung jawab untuk menghormati nilai-nilai budaya setempat dan tak lupa menjaga kebersihan dan kelestarian destinasi.
Memasuki tempat wisata Sri Gethuk yang sekawasan dengan gua Rancang Kencono, pejalan diwajibkan membayar retribusi Rp.10.000 per orang, dan tentu saja parkir yang dibayarkan terpisah.
Sri Gethuk terletak di desa Bleberan, kecamatan Playen, negeri Gunungkidul. Lokasinya mudah dicari karena sudah banyak papan petunjuk yang bertebaran di sepanjang jalan menuju destinasi. Singkatnya, dari jalan raya Jogja – Wonosari, beloklah ke kanan di simpang Gading (bandara Gading) dan di situ sudah ada petunjuk ke arah Sri Gethuk.
(Perjalanan dilakukan pada minggu pertama September’17)