Kawah Ratu Gunung Salak

Kawah Ratu Gunung Salak

Satu lagi tempat yang wah untuk dikunjungi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Kabupaten Bogor, terutama bagi Mbaksist dan Masbro yang suka trekking. Sebelumnya, Dolanmaning mengupas Curug Seribu di Gunung Halimun Salak, maka sekarang Dolanmaning akan mengulas mengenai Kawah Ratu yang letaknya masih satu kawasan dengan Curug Seribu.

Kawah ini terbilang unik karena tidak terletak di puncak gunung atau puncak bukit seperti kebanyakan kawah belerang. Kawah Ratu berada di tengah-tengah Gunung Salak yang bisa dicapai dari Kabupaten Bogor, melalui daerah Gunung Bunder, atau dari Kabupaten Sukabumi, melalui daerah Cidahu.

Dolanmaning sendiri melalui jalur Pasir Reugit, Gunung Bunder karena ada seorang teman yang tinggal di Kabupaten Bogor yang bersedia menjadi pemandu. Sejak memasuki kawasan TNGHS, mata sudah dimanjakan dengan suasana hutan nan hijau dengan udara yang sangat segar dan sejuk.

Pintu masuk ke kawasan Kawah Ratu
Pemandangan di jalur trekking menuju Kawah Ratu

Dolanmaning tiba di pos Pasir Reugit sekitar jam 12 siang dan sebelum melakukan pendakian, wisatawan diwajibkan melapor ke Pos sukarelawan penjaga hutan. Di pos ini tidak ada petugas Polisi Hutan atau Petugas Resort Taman Nasional meskipun penjaga yang ada memakai semacam seragam berlogo TNGHS.

Wisatawan diwajibkan untuk menggunakan jasa pemandu ke Kawah Ratu karena alasan keamanan. Banyak kasus orang tersesat maupun keracunan gas sulfatar di sekitar kawah aktif. Harga yang ditawarkan adalah Rp 150.000,00 per perjalanan per pemandu PP. Tarif ini berlaku untuk berapapun jumlah wisatawan sehingga tarif untuk sendiri atau rombongan  sama saja asalkan memakai satu pemandu.

Dolanmaning memutuskan untuk tidak memakai pemandu karena sudah bersama teman yang paham dengan kondisi lapangan. Selain itu dalam perjalanan dari pos, kami berbarengan dengan dua orang pecinta alam dari Jakarta. Kami pun sepakat untuk menuju Kawah Ratu bersama-sama, tanpa pemandu.

Medan trekking

Jalan mulai mendaki begitu kami meninggalkan pos jaga. Cuaca sangat cerah namun perjalanan tak terasa terik karena rimbunnya vegetasi ketika kami mulai memasuki hutan. Jalan setapak pun lama-lama berubah menjadi berbatu dan bertanah. Tak jarang berlumpur karena jalan setapak yang kami lewati bersampingan dengan aliran air atau semacam parit kecil. Tak jarang pula jalan setapak menyatu dengan jalur air dan batu-batuan. Berjalan menyusuri sungai kecil, sangat menyegarkan dan penuh sensasi petualangan.

Jalan setapak menyatu dengan aliran air

Jarak antara pos jaga hingga kawah menurut penjaga adalah sekitar 3.5 kilometer, dan diperlukan waktu sekitar 2 jam perjalanan dengan kecepatan santai. Sepanjang perjalanan Dolanmaning menikmati suasana hutan yang masih asri, suara nyanyian burung liar begitu merdu ditemani gemericik air yang menemani perjalanan.

Sungai kecil yang dapat dijumpai di sekitar trek

Setelah sekitar 2 jam berjalan kaki, Dolanmaning tiba di sebuah mata air yang konon mata air terakhir yang dapat dijumpai sebelum air beralih menjadi air belerang. Teman perlajanan Dolanmaning pun menyempatkan diri untuk mengisi botol airnya di sini. Mata airnya sangat jernih dan sepertinya memang belum terkena pencemaran.

Mata air

Sekitar 100an meter dari mata air tersebut, aroma belerang mulai tercium, pertanda bahwa kawah sudah dekat. Dan benar saja, sebuah plang terpampang dipohon menyambut kami, “Kawah Mati” Disamping plang ini mengalir parit kecil dengan air berwarna keruh agak putih. Aroma belerang semakin menyengat dan Dolanmaning teringat pesan penjaga di pos untuk memakai masker dan tidak jongkok atau duduk di tanah lebih dari 3 menit karena gas beracun yang keluar dari dalam tanah dapat langsung terhirup kita.

judulnya suereeem bingitz 😀
Aliran air bercampur belerang di dekat kawah mati

Untung namanya bukan kawah kematian, bisa makin seram deh. Kawah Mati terlihat seperti bekas sungai yang besar dengan batu-batu berserakan disepanjang alirannya. Disekitarnya,terdapat pohon-pohon terlihat mati dan mengering, batang-batang kayu pun terlihat berserakan diatas bebatuan. Sepintas pemandangan kawah mati mengingatkan pada sungai di lereng Gunung Merapi di Sleman yang tekena lahar dan awan panas. Namun tak semua pohon mengering, hijau pepohonan masih bisa dinikmati disekitar jalur ‘sungai’ Kawah Mati ini.

Kawah mati yang seperti sungai mati

Tak jauh dari Kawah Mati, terdapat kawah lain, bernama Kawah Mati Danau Situ Hiang (Seperti tertera pada papan namanya). Mbaksist dan Masbro harus hati-hati jika menuju ke kawah ini karena banyak akar-akaran yang merintangi jalan setapak, tak jarang juga ada akar lancip yang dapat melukai kaki jika tidak memakai sepatu.

Akar-akaran yang menghiasi trek menuju kawah ratu

Perjalanan dari Kawah Mati ke Kawah Mati Danau Situ Hiang tidak lama, mungkin sekitar 10 menit saja. Sebelum mencapai Kawah Mati Danau Situ Hiang, traveler bisa melihat Danau Mati dari kejauhan. Danau yang airnya berwarna hijau dan terkesan angker dan sunyi. Sepertinya danau tersebut tidak pernah dikunjungi, orang-orang hanya melihat saja dari kejauhan saat perjalanan mereka menuju Kawah Mati Danau Situ Hiang dan Kawah Ratu.

Danau mati

Pemandangan semakin suram karena semakin banyak pohon kering dan terlihat sangat gersang. Suasanapun sunyi senyap, terkadang hanya terdengar suara owa Jawa (Hylobates moloch).

Selamat datang

Disini bisa dilihat sumber-sumber air yang bercampur dengan belerang. Karena unsur belerang sangat kuat, batuan dan kerikil disekitar sumber air berubah warna menjadi kekuningan, khas warna belerang.

Air belerang
Pemandangan di Kawah Mati Danau Situ Hiang

Tak mau lama-lama di sini, Dolanmaning melanjutkan perjalanan ke Kawah Ratu. Jalan setapak mulai menurun dan becek karena tanah bercampur dengan air belerang. Tak lama terlihatlah kepulan asap yang menghiasai pemandangan hutan, semakin dekat terlihat bukit-bukit kecil seperti bukit kapur yang mengeluarkan asap. Itulah Kawah Ratu.

kawah ratu

Tidak terlihat ada kaldera seperti di kawah-kawah pada umumnya. Di Kawah Ratu hanya terlihat gundukan-gundukan bukit kecil yang mengeluarkan asap. Meski demikian, pemandangan pun sangat indah karena tak banyak kawah yang berada di tengah hutan seperti ini. Pepohonan hijau pun menghiasi latar belakang kawah dengan suasana yang, masih, senyap. Disini Dolanmaning juga menjumpai batang-batang kayu yang mengering dan membentuk alur kayu yang unik.

Inilah foto-fotonya:

Kawah Ratu
kayu yang berkontur unik hasil pembentukan alam

Karena takut terkena asap beracun, Dolanmaning tidak lama di kawah ini. Sekitar 15 menit kami memutuskan untuk kembali.

Kawasan Kawah Ratu

Meski sebentar, sungguh luar biasa perjalanan  kali ini. Sensasi trekking di hutan Gunung Salak dan melihat tiga kawah tak membuat kaki kami letih untuk turun. Kawah Ratu benar-benar menjadi sisi lain dari Gunung Salak yang selama ini terkenal akan curug-curugnya. Kawah ini sangat layak dikunjungi bagi Mbaksist dan Masbro pecinta wisata alam.

Selamat Dolanmaning!

 

*artikel ini post-sharing dengan Juicytrip.

Content Protection by DMCA.com

Leave a Reply

error: Content is protected !!
%d bloggers like this: