Curug Cigamea Kabupaten Bogor

Curug Cigamea Kabupaten Bogor

Mencari kesejukan atau lebih tepatnya melarikan diri dari Jakarta adalah wajib hukumnya buat dolanmaning yang tak tahan dengan kemacetan, polusi dan keabsurdan ibukota. Beragam destinasi alam di sekitaran Jakarta menjadi alternatif untuk melepas penat dan stress. Melihat singkatan Jabodetabek, ternyata tidak semua memiliki keragaman destinasi alam, dari sederet daerah satelit Jakarta, hanya Bogor yang relatif masih banyak memiliki destinasi berjenis alam. Apalagi bila menyebut kabupaten Bogor, maka tak lupa dolanmaning menyebut kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang masih kaya akan daerah hutan.

Minggu lalu, dolanmaning dan sobat-sobat dari komunitas suka-suka jalan mengarungi jalur kereta api Jakarta – Bogor sebelum dilanjutkan dengan angkot carteran  menuju curug yang cukup kekinian yaitu Curug Cigamea. Pagi itu dolanmaning dan sobat menentukan stasiun Bogor sebagai titik temu. Dari perjanjian jam 8 pagi, beberapa orang molor hingga satu jam hingga jadwal dolan kami pun mundur.

Pertimbangan utama jika dolan di kota Bogor atau yang melewati kota Bogor adalah kemacetan. Bagaimana tidak, hampir setiap akhir pekan kota Bogor selalu dipadati wisatawan dari ibukota dan sekitarnya. Setidaknya fenomena ini dapat dilihat dari banyaknya kendaraan plat B yang bertebaran di jalanan Bogor. Sebuah berkah ekonomi yang patut dibanggakan oleh Pemda Bogor meskipun buat beberapa orang menjadi hal yang menyebalkan karena kemacetan yang terjadi.

Carter Angkot

Perjalanan kami semakin terasa “Bogor” karena kami memutuskan untuk menggunakan angkot dari stasiun ke curug Cigamea yang terletak di kawasan wisata hutan Gunung Salak Endah, atau tepatnya di Desa Gunungsari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.

Angkot carteran
Angkot carteran

Sobat dolanmaning mencari angkot di pintu keluar stasiun Bogor dan setelah tawar menawar akhirnya disepakati harga sewa stasiun – Cigamea PP adalah Rp. 500.000. Satu angkot dapat diisi hingga 11 penumpang. Dari  informasi beberapa blog, biasanya para backpacker memilih untuk menggunakan angkot hingga ke terminal Bubulak, ganti jurusan Cibatok dan dilanjutkan carter angkot dari Cibatok. Karena males ribet kami memutuskan untuk sewa langsung dari stasiun Bogor ke Cigamea PP.

Perjalanan

Perjalanan ke Cigamea terasa sangat lama meskipun tampak dekat di atas peta mbah Google. Kemacetan tak hanya terjadi di kota melainkan di jalanan menuju kawasan Gunung Salak Endah. Banyaknya mobil dan bus menuju Gunung Salak Endah membuat jalan yang sempit menjadi penuh dan seringkali menimbulkan kemacetan di tikungan-tikungan.

Itu belum ditambah bonus angkotnya yang tidak kuat menanjak dan harus dibantuk dengan gaya anti gravitasi alias dorong. Total sekitar 3 jam kami tempuh dari stasiun hingga sampai di gerbang masuk Cigamea. Sekadar tips buat kalian yang mau ke Cigamea di akhir pekan, silahkan mulai perjalanan di pagi hari untuk menghindari kemacetan.

Tiket masuk

Memasuki kawasan hutan Gunung Salak Endah, kami harus membayar retribusi masuk sebesar Rp.6.000 per orang, meskipun aslinya 11 ribu rupiah. Uniknya kami tidak diberi karcis asli yang tertera Rp. 11.000 tersebut.

Setiba di Gapura masuk Cigamea, kami dimintai lagi retribusi sebesar Rp. 7.500 per orang, dan uniknya lagi, dari 18 orang di group kami, kami hanya diberi 5 karcis saja.

Silahkan interpretasikan sendiri praktek pungutan retribusi ini.

Praktik kecurangan ini sepertinya luput dari pengawasan Dinas pariwisata setempat. Penjaga loket sudah seperti preman yang sesuka hati menyelewengkan tarif retribusi. Pendapatan negara bukan pajak pun dimakan oleh oknum penjaga di kawasan ini.

Mintalah karcis resmi di sini agar retribusimu masuk kas negara
Mintalah karcis resmi di sini agar retribusimu masuk kas negara

Cigamea

Di balik gapura sudah menyambut anak tangga nan panjang menuruni lembah Cigamea. Pepohonan hijau menaungi anak tangga meski cuaca tampak mendung. Beberapa meter dari gapura, kami dihadapkan pada pemandangan yang indah dimana di depan mata terhampar lembah hijau dan di ujung terlihat curug dua tingkat. Itulah Cigamea yang kami tuju.

Curug Cigamea terlihat dari jauh
Curug Cigamea terlihat dari jauh

Sekitar 15 menit kami berjalan untuk menyusuri tangga hingga kami sampai di depan curug pertama. Curug ini tampak eksotis karena tebing batu hitam bagai diselimuti tirai air yang jernih. Debit air yang tak tinggi namun jatuhnya air menyebar membuat air terjun pertama sangat fotojenik dan laris manis dijadikan latar untuk berfoto.

Di sebelah kiri tampak sang Cigamea yang ramai dikerubungi para wisatawan. Berbeda dengan air terjun pertama, Cigamea mengalirkan debit air yang deras. Tebing batu berwarna coklat dan kolam air berwarna kebiruan di bawahnya dan dikombinasikan dengan tebing hijau di sekitarnya membuat Cigamea tak kalah indah dibanding curug pertama. Silahkan nikmati foto-fotonya berikut ini:

Sabtu itu Cigamea tampak ramai meskipun kata salah satu pemilik lapak makanan keramaian hari itu belumlah mencapai puncaknya  karena biasanya Cigamea dijejali ratusan wisatawan pada hari sabtu dan minggu. Meskipun sesekali hujan turun, wisawatan tampak asik menikmati kedua curug si sini. Memang dilihat dari jumlah lapak yang ada di kawasan Cigamea, sepertinya curug ini merupakan favorit para wisatawan.

Hati-hati

Harap hati-hati jika masbro dan mbaksist sedang di Cigamea karena saat musim hujan, tebing-tebing di sini rawan longsor. Beberapa waktu lalu terjadi longsor dan menelan satu korban jiwa. Jadi sebaiknya waspada bila hujan deras terus menerus turun. Namun demikian, Cigamea memang sangat mempesona bagi para wisatawan, dan benar saja kata pedagang karena lepas tengah hari, puluhan wisatawan mulai berdatangan.

Ayo Dolan Maning!

Content Protection by DMCA.com

Leave a Reply

error: Content is protected !!
%d bloggers like this: